7 Kali Naik Haji.... Saat Meninggal Jenazah Wanita Ini Tidak Diterima Bumi... Nyatanya Ini yang Tidak jarang Diperbuat Semasa Nasib !!

ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Kematian menjadi misteri serta telah ditentukan oleh Allah SWT sang pencipta seluruh yang ada di langit serta bumi.
Tidak ada yang bisa memajukan baik semenit alias mundur meski semenit, kecuali atas izin Allah.


Begitu juga akhir kematian tergantung dengan amal lakukanan selama tetap hidup.Semacam kisah nyata berikut ini.

Seorang wanita yang mempunyai putra yang sangat menyanyanginya beres tragis dampak lakukanannya sendiri.

Berikut kisahya yang dilansir dari Kisah Islam Penuh Hikmah.

Pada sebuahketika, tersebutlah seorang anak yang mengabdi terhadap orang tuanya, Hasan (bukan nama sebetulnya), mengundang ibunya untuk menunaikan ibadah Haji.
Sarah (juga bukan nama sebetulnya), sang Ibu, pasti bahagia dengan ajakan anaknya itu.
Sebagai Muslim yang sanggup dengan cara materi, mereka terbukti berkeharusan menunaikan ibadah Haji.

Segala perlengkapan telah disiapkan.
Singkatnya bunda serta anak ini akhirnya pergi ke tanah suci. Kondisi keduanya sehat wal afiat, tidak tidak lebih satu apapun.

Akhirnya merekapun tiba di tanah suci serta merekapun melakukan thawaf dengan hati serta niat ikhlas menyeru panggilan Allah serta untuk menunaikan ibadah Haji
"Labaik allahuma labaik, aku datang memenuhi seruan-Mu ya Allah" Hasan menggandeng ibunya serta berbisik,
“Ummi undzur ila Ka’bah (Bu, lihatlah Ka’bah)."
Hasan menunjuk terhadap bangunan empat persegi berwarna hitam itu.

Ibunya yang berjalan di segi anaknya tidak beraksi, ia terdiam.
Perempuan itu sama sekali tidak menonton apa yang ditunjukkan oleh anaknya.
Hasan kembali membisiki ibunya.
Ia tampak bimbang menonton raut wajah ibunya.
Wajah ibunya pun tampak kebingungan.
Ibunya tidak mengerti mengapa ia tidak bisa menonton apapun tidak hanya kegelapan.

Beberapa kali ia mengusap-usap matanya, namun kembali yang tampak hanyalah kegelapan.
Padahal, tidak ada persoalan dengan kesehatan matanya.
Beberapa menit yang lalu ia tetap menonton segalanya dengan jelas, tapi mengapa memasuki Masjidil Haram segalanya menjadi gelap gulita.
Selama tujuh kali Haji Anak yang sholeh itu bersimpuh di hadapan Allah.
Ia shalat memohon ampunan-Nya.

Hati Hasan begitu kecewa.
Siapapun yang datang ke Baitullah, pasti bakal mengharapkan rahmat-Nya.
Akan terasa hampa menjadi tamu Allah, apabila tanpa menyaksikan segala kebesaran-Nya, tanpa merasakan kuasa-Nya serta juga rahmat-Nya.

Hasan tidak berkecil hati, mungkin dengan ibadah serta taubat yang sungguh-sungguh, Ibundanya bakal bisa merasakan anugerah-Nya, dengan menatap Ka’bah, kelak.
Anak yang sholeh itu berniat bakal kembali mengangkat ibunya berhaji tahun depan.
Tapi nyatanya hidup baik belum berpihak kepadanya.
Tahun berikutnya kejadian serupa terulang lagi.

Ibunya kembali dibutakan didekat Kabah, jadi tidak bisa menyaksikan bangunan yang adalah simbol persatuan umat Islam itu.
Wanita itu tidak bisa menonton Ka’bah.
Hasan tidak patah arang. Ia kembali mengangkat ibunya ke tanah suci di tahun berikutnya untuk melaksanakan ibadah Haji lagi.

Anehnya, ibunya tetap saja tidak bisa menonton Ka’bah.
Setiap berada di Masjidil Haram, yang tampak dimatanya hanyalah gelap serta gulita.
Begitulah keganjilan yang terjadi pada diri Sarah, ibunya.
Kejadian itu pun berulang hingga tujuh kali menunaikan ibadah haji.
Hasan tidak habis pikir, ia tidak mengerti, apa yang menyebabkan ibunya menjadi buta di depan Ka’bah.

Padahal, setiap berada jauh dari Ka’bah, penglihatannya rutin normal.
Ia bertanya-tanya, apakah ibunya punya kesalahan jadi mendapat azab dari Allah SWT?
Apa yang telah dilakukan ibunya, jadi mendapat musibah semacam itu?
Segala pertanyaan berkecamuk dalam dirinya.

Akhirnya diputuskannya untuk mencari seorang alim ulama, yang bisa menolong perpersoalanannya.
Beberapa hari kemudian ia mendengar ada seorang ulama yang populer sebab kesholehannya serta kebaikannya di Abu Dhabi (Uni Emirat).
Tanpa kesusahan berarti, Hasan akhirnya bisa berjumpa dengan ulama yang dimaksud.
Ia pun mengutarakan persoalan terhadap ulama yang shaleh ini.

Ulama itu mendengarkan dengan akurat, kemudian meminta supaya Bunda Hasan mau menelponnya.
Anak yang mengabdi ini pun pulang.
Setibanya ditanah kelahirannya, ia meminta ibunya untuk menghubungi ulama di Abu Dhabi tersebut.

Beruntung, sang Bunda mau memenuhi permintaan anaknya.
Ia pun mau menelpon ulama itu, serta menceritakan kembali momen yang dialaminya di tanah suci.
Ulama itu kemudian meminta Sarah untuk berintrospeksi, mengingat kembali, mungkin ada lakukanan alias momen yang terjadi padanya dimasa lalu, jadi ia tidak mendapat rahmat Allah.

Sarah diminta untuk bersikap terbuka, mengatakan dengan jujur, apa yang telah dilakukannya
“Anda harus berterus terang terhadap saya, sebab persoalan Kamu bukan persoalan sepele,” kata ulama itu pada Sarah.
Sarah terdiam sejenak.

Kemudian ia meminta waktu untuk memikirkannya.
Tujuh hari berlalu, bakal namun ulama itu tidak mendapat berita dari Sarah.
Pada minggu kedua seusai perbincangan pertama mereka, akhirnya Sarah menelpon.
“Ustad, waktu tetap muda, saya bekerja sebagai perawat di rumah sakit,” cerita Sarah akhirnya
“Oh, keren… Pekerjaan perawat adalah pekerjaan mulia,” potong ulama itu.
“Tapi saya mencari uang setidak sedikit-tidak sedikitnya dengan beberapa cara, tidak peduli, apakah tutorial saya itu halal alias haram,” ungkapnya terus terang.

Ulama itu terperangah. Ia tidak menyangka wanita itu bakal mengatakan demikian.
“Disana…” sambung Sarah,
“Saya tidak jarang kali menukar bayi, sebab tidak semua bunda bahagia dengan bayi yang telah dilahirkan. Kalau ada yang mengharapkan anak laki-laki, padahal bayi yang dilahirkannya perempuan, dengan imbalan uang, saya tukar bayi-bayi itu sesuai dengan keinginan mereka.”

Ulama tersebut amat terkejut mendengar penjelasan Sarah.
“Astagfirullah…” alangkah tega wanita itu menyakiti hati para bunda yang diberi mandat Allah untuk melahirkan anak.
Bayangkan, alangkah tidak sedikit keluarga yang telah dirusaknya, jadi tidak jelas nasabnya.


Apakah Sarah tidak tahu, bahwa dalam Islam menjaga nasab alias keturunan sangat penting.
Apabila seorang bayi ditukar, pasti nasabnya menjadi tidak jelas.
Padahal, nasab ini sangat menentukan dala perkawinan, khususnya dalam persoalan mahram alias muhrim, yaitu orang-orang yang tidak boleh dinikahi.
“Cuma itu yang saya lakukan,” ujar Sarah.
“Cuma itu?" tanya ulama terperangah.
“Tahukah kamu bahwa lakukanan Kamu itu dosa yang menarik, alangkah tidak sedikit keluarga yang telah

Anda hancurkan!” ujar ulama tersebut dengan nada tinggi.
“Lalu apa lagi yang Kamu kerjakan?” tanya ulama itu lagi sedikit kesal.
“Di rumah sakit, saya juga melakukan tugas memandikan orang mati.”
“Oh keren, itu juga pekerjaan mulia,” kata ulama.
“Ya, tapi saya memandikan orang mati sebab ada kerja sama dengan tukang sihir.”

“Maksudnya?” tanya ulama tidak mengerti.
“Setiap saya bermaksud menyengsarakan orang, baik membikinnya mati alias sakit, segala perkakas sihir itu harus sesuai dengan syaratnya, yaitu dipendam di dalam tanah. Bakal namun, saya tidak menguburnya didalam tanah, melainkan saya masukkan benda-benda itu ke dalam mulut orang yang mati.”

“Suatu kali, sempat seorang alim meninggal dunia. Semacam biasa, saya memasukkan beberapa barang-barang tenung semacam jarum, benang serta lain-lain ke dalam mulutnya. Entah mengapa benda-benda itu semacam terpental, tidak mau masuk, mesikipun saya telah menekannya dalam-dalam. Benda-benda itu rutin kembali keluar. Saya coba lagi begitu seterusnya berulang-ulang. Akhirnya, emosi saya memuncak, saya masukkan benda itu serta saya jahit mulutnya. Cuma itu dosa yang saya lakukan.”

Mendengar penuturan Sarah yang datar serta tanpa rasa dosa, ulama itu berteriak marah.
“Cuma itu yang kamu lakukan ? Masya Allah…! Saya tidak bisa bantu Anda. Saya angkat tangan”.
Ulama itu amat sangat terkejutnya mengenal lakukanan Sarah.
Tidak sempat terbayang dalam hidupnya ada seorang manusia, apalagi ia adalah wanita, yang mempunyai nurani begitu tega, begitu keji.

Tidak sempat terjadi dalam hidupnya, ada wanita yang melakukan lakukanan sekeji itu. Akhirnya ulama itu mengatakan,
“Anda harus memohon ampun terhadap Allah, sebab hanya Dialah yang bisa mengampuni dosa Anda.”
Seusai beberapa lama, kurang lebih tujuh hari kemudian ulama tidak mendengar berita selanjutnya dari Sarah.

Akhirnya ia mencari tahu dengan menghubunginya melewati telepon.
Ia berharap Sarah telah bertobat atas segala yang telah dilakukannya.
Ia berharap Allah bakal mengampuni dosa Sarah, jadi Rahmat Allah datang kepadanya.
Sebab tidak juga mendapatkan berita, ulama itu menghubungi keluarga Hasan di Mesir.

Kebetulan yang menerima telepon adalah Hasan sendiri.
Ulama menanyakan berita Sarah, nyatanya berita duka yang diterima ulama itu.
“Ummi telah meninggal dua hari seusai menelpon Ustad,” ujar Hasan.
Ulama itu terkejut mendengar berita tersebut. “Bagaimana ibumu meninggal, Hasan?” tanya ulama itu.

Hasan akhirnya bercerita, Seusai menelpon sang ulama, dua hari kemudian ibunya jatuh sakit serta meninggal dunia.
Yang mengejutkan adalah momen penguburan Sarah.
Ketika tanah telah digali, untuk kemudian dimasukkan jenazah atas izin Allah, tanah itu rapat kembali, tertutup serta mengeras.

Para penggali mencari lokasi lain untuk digali. Momen itu terulang kembali.
Tanah yang telah digali kembali menyempit serta tertutup rapat.
Momen itu berjalan begitu cepat, jadi tidak seorangpun pengangkut jenazah yang menyadari bahwa tanah itu kembali rapat.
Momen itu terjadi berulang-ulang.

Para pengangkut yang menyaksikan momen itu merasa ngeri serta merasakan sesuatu yang aneh terjadi.
Mereka yakin, kejadian tersebut pastilah berkaitan dengan lakukanan si mayit.
Waktu terus berlalu, para penggali kubur putus asa serta kecapaian sebab pekerjaan mereka tidak juga usai.
Siang-pun berlalu, petang menjelang, bahkan hingga hampir maghrib, tidak ada satu-pun celah yang sukses digali.

Mereka akhirnya pasrah, serta beranjak pulang.
Jenazah itu akhirnya dibiarkan saja tergeletak di hamparan tanah kering kerontang.
Sebagai anak yang begitu sayang serta hormat terhadap ibunya, Hasan tidak tega meninggalkan jenazah orang tuanya ditempat itu tanpa dikubur.
Kalaupun dibawa pulang, rasanya tidak mungkin.

Hasan termenung di tanah perkuburan seorang diri.
Dengan izin Allah, tiba-tiba berdiri seorang laki-laki yang berpakaian hitam panjang, semacam pakaian khusus orang Mesir.
Lelaki itu tidak tampak wajahnya, sebab terkendala tutup kepalanya yang menjorok ke depan.
Laki-laki itu mendekati Hasan kemudian mengatakan padanya,”Biar aku tangani jenazah ibumu, pulanglah!” kata orang itu.

Hasan lega mendengar bantuan orang tersebut, Ia berharap laki-laki itu bakal menantikan jenazah ibunya.
Syukur-syukur mau menggali celah untuk kemudian memakamkan ibunya.
“Aku minta supaya kau jangan menengok ke belakang, hingga tiba di rumahmu,” pesan lelaki itu.
Hasan mengangguk, kemudian ia meninggalkan pemakaman.

Belum sempat ia di luar lokasi pemakaman, terbersit keinginannya untuk mengenal apa yang terjadi dengan jenazah ibunya.
Sedetik kemudian ia menengok ke belakang.
Betapa pucat wajah Hasan, menonton jenazah ibunya telah dililit api, kemudian api itu menyelimuti seluruh tubuh ibunya.

Belum habis rasa herannya, sedetik kemudian dari arah yang berlawanan, api menerpa wajah Hasan.
Hasan ketakutan.
Dengan langkah seribu, ia pun bergegas meninggalkan tempat itu.
Demikian yang diceritakan Hasan terhadap ulama itu.

Hasan juga mengaku, bahwa separuh wajahnya yang tertampar api itu saat ini berbekas kehitaman sebab terbakar.
Ulama itu mendengarkan dengan akurat semua cerita yang diungkapkan Hasan.
Ia menyarankan, supaya Hasan segera beribadah dengan khusyuk serta meminta ampun atas segala lakukanan alias dosa-dosa yang sempat dilakukan oleh ibunya.

Akan namun, ulama itu tidak menceritakan terhadap Hasan, apa yang telah diceritakan oleh ibunya terhadap ulama itu.
Ulama itu meyakinkan Hasan, bahwa apabila anak yang soleh itu memohon ampun dengan sungguh-sungguh, maka bekas luka di pipinya dengan izin Allah bakal hilang.

Benar saja, tidak berapa lama kemudian Hasan kembali mengabari ulama itu, bahwa lukanya yang dulu amat terasa sakit serta panas menarik, terus hari bekas kehitaman hilang.
Tanpa tahu apa yang telah dilakukan ibunya selama hidup, Hasan tetap mendoakan ibunya.
Ia berharap, apapun lakukanan dosa yang telah dilakukan oleh ibunya, bakal diampuni oleh Allah SWT.

ADSENSE 336 x 280 dan ADSENSE Link Ads 200 x 90