Selamat Jalan Suamiku Baru Empat Jam Kisah Menyayat Hati Ini Telah Dibagikan Ribuan Kali !

ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Adapun, status tersebut dibangun pada Sabtu (5/8/2017) kurang lebih pukul 10.29 WIB.
Baru berselang empat jam, unggahan ini telah diberikan ulang lebih dari 2700 kali serta dibanjiri lebih dari 2000 komentar.



Komentar ini terus bertambah detik demi detik, yang sebagian besar berisi ungkapan duka cita.
Bagaimana isi status viral tersebut?

Setiap hari suami rutin mengeluhkan sariawan di lidah nya yang g sembuh2,, telah 2 minggu lebih,, tapi aku tidak terlalu menghiraukan keluhannya, aku pikir itu hanya sariawan biasa semacam pada umumnya.
"Mii, td di kantor ada medical chekup,, ini hasilnya.. " sambil menyodorkan selembar kertas hasil pemeriksaan,, aku ingat betul saat itu bulan april 2016. "kesehatan abbi g ada persoalan mi, cuman kata dokter, abbi tidak lebih nutrisi, abbi tidak lebih gizi nih g diperhatiin ummi, ummi nya sibuk terus sama zuma, hehe" canda suamiku saat itu. terbukti anakku baru usia 1 tahun, sebagai ibu, aku berasa jd orang yg paling repot sebab anakku yang mulai aktif.
Aku terbukti terlalu sibuk,, hingga tidak memperhatikan suami, aku diam saja ketika suami merokok terus2an, aku tidak sempat marah ketika suami menolak sarapan pagi yg telah disiapkan, aku tidak sempat marah ketika suami begadang terus2an sebab ngobrol di pos ronda dengan bapak2 komplek,, serta akupun tidak sempat tau, makanan apa yang dirinya makan saat di kantor,, makanan sehat kah? Alias bukan... ya.. itulah kesalahan terbesarku...
"Abbi olahraga gih biar sehat,, jalan2 keliling komplek,,"
"Enggak ah mi, abbi lg g enak badan, kepala sakit" saat itu terbukti weekend, serta suami lebih memilih tiduran seharian sambil nonton tv,,"huh pemalas banget nih suami, disuruh olahraga juga susah" Ucapku dalam hati.
3 minggu berselang tapi sariawan di lidah belum juga hilang. Malah katanya sehingga ada sakit di kepala serta telinga. “abbi..besok periksa ke dokter ya, biar diobatin sariawannya..suamipun mengangguk..
Keesokan harinya, suami mengecekkan ke RS JAKARTA, RS yang tempatnya paling dekat dengan kantornya.
Saat itu dokter bilang suamiku hanya tidak lebih makan sayur serta buah, dokter hanya memberi salep untuk luka sariawan di lidahnya. "Kalo 2 minggu belum sembuh, periksa lagi ya" kata dokternya.
2 minggu kemudian suami periksa lagi, sebab sariawan tetap menetap, "dokternya hanya meningkatkankan antibiotik. Tapi hingga obatnya habis belum juga ada tanda-tanda kesembuhan.
Kembalilah lagi ke RS untuk mengecekkan, "mungkin bapak ada persoalan di giginya, saya rujuk ke dr robek mulut ya"
Seusai diperiksa dr robek mulut, dokter menyarankan di rontgen gigi, saat itu hasilnya terbukti terkesan ada gigi bungsu yang posisinya miring. "Ohh, sariawan bapak sebab ada gigi bungsu yg mau tumbuh, tp posisinya abnormal, mungkin itu penyebab bapak sariawan serta sakit kepala terus menerus, giginya wajib di oprasi, wajib di ambil ya pak..
Bulan juni 2016, saat awal bulan ramadhan, suami tidak puasa sebab bakal di operasi gigi, di cabutlah gigi yang selagi ini mengganggu,, seminggu berlalu, sariawan tetap menetap.. sakit di kepala makin menjadi. " mi, abbi sakit nelen, sakit kepala makin tidak jarang, kenapa ya padahal giginya udah di cabut, terus lidah abbi jd g bisa digerakin ke kiri" "besok periksa ke dokter lagi ya bii, sekalian kontrol gigi"
"Giginya udah g ada persoalan ya pak, kalo keluhan bapak sakit kepala, baiknya bapa periksakan ke dr syaraf ya" kata dr robek mulut saat itu,, diperiksalah suami ke dr syaraf, hanya diberi obat anti sakit.. dokterpun menyarankan fisioterapi lidah sebab lidah yang tidak bisa di gerakan ke kiri, 6 kali pertemuan fisioterafi serta tidak ada perubahan..
Dokter menyarankan pemeriksaan MRI, perdiksi pemeriksaan MRI saat itu kurang lebih 5-6 juta serta tidak bisa dicover asuransi
"periksa MRI nya kelak saja ya mii, bentar lagi kan kami mau mudik, cukup uangnya buat bekal mudik ke tasik".
Hari idul fitri... suami lebih memilih tiduran di kamar serta tidak ikut bersilaturahmi ke rumah sanak saudara, sakit di kepala terus tidak jarang,, hari raya hanya dihabiskan dengan beristirahat tiduran di kamar..
Liburan lebaran pun telah usai, bersiaplah kami kembali ke ibukota..
"Mii sebelum kami ke jakarta, ummi lepas KB nya ya, abbi pengen zuma punya ade",,, " duh bii, baru anak satu az ummi udah repot, gimana kalo nambah" .. "biarin, nambah anak nambah rezeki, abbi pengen punya tidak sedikit anak, hehehe"
Kesal terbukti, tapi aku pun menurut, di lepas lah KB IUD yg setahun tertanam di rahimku..
"Mii, koq di lidah abbi jd ada benjolan, coba liat mii"
Benar,, ada benjolan kecil sebesar biji jagung di lidah yang ada sariawannya, "besok ke dokter lagi ya bi",,
"Sejak kapan benjolannya ada pak" tanya dokter.
"Baru 3 hari dok"
"Sakit gak?" Sambil memencet benjolannya
"Enggak dok enggak sakit, tp kalo sariawannya tetap sakit dok, menelan jg jd sakit,kepala juga makin tidak jarang sakit"
"Wajibnya bapak di periksa MRI biar tau sakitnya dari mana, kalo benjolannya ini kemungkinan tumor jinak, bagaimana kalo di oprasi benjolannya terus kelak kami periksakan hasilnya"
Suamiku hanya mengangguk, tanda setuju..
Awal agustus 2016, aku menemani suami di oprasi di RS JAKARTA,, zuma aku titipkan pada mamahku, ketika tau berita suami mau di oprasi, mamah langsung pergi ke jakarta..
Operasi berlangsung lancar, 3 jam lamanya,,
"Ini istrinya pak Andrie? Operasinya telah selesai, ini benjolan yg telah diambil mau diPA-kan dulu ya, hasilnya kelak 10 hari lagi..
Tanggal 13 agustus 2016, kami kembali menemui dokter, dokterpun memberi tau hasilnya serta juga hasil PA dari laboratorium.
“bapak usianya berapa tahun?”
"28 dok"
"Telah punya anak?"
"Telah, baru usia setahun dok".
Dokterpun menghela napas panjang...ada perasaan tidak enak saat itu.
"Hasil pemeriksaannya tidak lebih keren, bapak positif terkena KANKER LIDAH,
Dek.. seolah detak jantungku berhenti “KANKER…Dok?”
Tiba-tiba mataku sehingga gelap, suatu  beban berat serasa menindih badanku. Aku diam serta tidak bisa mengatakan apa-apa, lama aku terdiam.
“Kanker..?” tanyaku,
tapi kalimat itu tidak sanggup terucap hanya bersarang di kepalaku. Suatu  penyakit yang selagi ini hanya aku kenal lewat info serta berita-berita, saat ini penyakit itupun menghampiri orang terdekatku orang yang paling aku sayangi. Penyakit yang menakutkan itu menyerang suamiku.
Kutatap wajah suamiku, suamiku hanya terdiam, pucat...
bapak saya sarankan berobat ke RS DHARMAIS, sebab disana rumah sakit khusus menangani penyakit semacam bapak, wajib cepat ya pak, sebelum kankernya menyebar kemana2.
Segera kuambil surat pengangkut dokter serta menuju RS DHARMAIS.
Sungguh tidak sempat terpikirkan sedikitpun sebelumnya, saat ini kami berada dalam deretan orang-orang penderita kanker di ruang tunggu pasien. Bau kecemasan bahkan keputusasaan terfoto di wajah mereka. Sebetulnya ini juga saya rasakan, tapi saya wajib menyembunyikan raut ini di hadapan suamiku. Aku wajib tetap menyuguhkan energi penyemangat padanya.
Serangkaian pemeriksaan kami perbuat, lab, usg, rontgen, ct scan, bone scan.
"Dari hasil pemeriksaan, 3/4 lidah bapak telah terkena kanker, bapak wajib di oprasi di angkat lidah" kata dokter nya..
Ya Allah… apa lagi ini? Diangkat lidah? Kenapa wajib suamiku yang mengalaminya? Kami pun pulang dengan perasaan yang tidak tentu, kelak kami periksa ke RS SILOAM ya bii, kami cari second opinion"
Esoknya kami periksa ke RS SILOAM,, dokter meperbuat endoskopi, memasukan kabel kecil yg ada kameranya melalui celah hidungnya,, terkesan jelas kamera meringkus foto di monitor.
"Wahh, kanker nya telah menyebar ke tenggorokan pak"
Terbukti terkesan tidak sedikit benjolan merah di dekat pita suara.
"Kalo boleh tau telah stadium berapa dok?"
"Kalo ini sih telah stadium 4"
"Terus gimana dok? Tanyaku lirih,,
“Nanti bapak wajib menjalani pengobatan kemoterapi 3 kali, langsung radiasi selagi 30 kali.”
Wajah suamiku putih pucat, dirinya hanya terdiam, terbayang beratnya derita serta kelelahan yang wajib dialami suamiku. Belum lagi dengan kombinasi pengobatan kemoterapy yang melemahkan fisik. Keluar dari ruang dokter seolah semuanya sehingga gelap, rasanya aku tidak kuat menahan segala beban ini. Segera aku beri berita keluarga serta kawan-kawan dekatku, aku beritakan kondisi suamiku serta kumintakan do’a dari mereka. Tidak terasa bulir-bulir bening air mata bermunculan disudut mataku.
dengan langkah lemas tidak bertenaga seolah aku melayang, tulang-tulang terasa tidak sanggup menyangga badanku yang kecil ini, aku menonton anakku yang tetap berumur 1 tahun, dirinya tersenyum ceria, ia tidak mengerti beban berat yang menimpa orangtuanya, akupun memeluknya erat sambil menangis sejadinya.
Ketika kami di rumah, kami minta pendapat dari pihak keluarga mengenai pengobatan yang bakal kami perbuat. Dengan beberapa pertimbangan serta argumen pihak keluarga menyarankan supaya kami tidak menempuh jalan kemo serta radiasi. Kami disarankan untuk menjalani pengobatan dengan tutorial pilihan serta pengobatan herbal.
Awal september 2016 kami berencana pulang kampung ke tasik, dikarenakan kondisi suami yang tidak bisa lagi bekerja, untungnya dari pihak kantor memberi cuti izin sakit hingga sembuh.
Akhirnya sejak saat itu kami meperbuat ikhtiar pegobatan dengan tutorial pilihan serta minum obat-obat herbal. Sebab saat itu suamiku telah susah untuk menelan maka obat herbal yang diberbagi tidak berupa kapsul, melainkan berupa rebusan serta cairan. Setiap hari suamiku wajib minum ramuan serta rebusan obat-obat herbal. Segala macam makanan buah2an serta sayuran dijus serta di saring, Tapi aku lihat ia dengan terlambaten serta sabar rutin minum semuanya.
"Bii, kayaknya ummi udah lama g haid, " suamiku hanya tersenyum, coba periksain mii, tespek" katanya..
Aku terlalu sibuk mengurus suamiku yang sedang sakit, hingga tidak sadar, 2 bulan lamanya aku tidak datang bulan"
"Positif bii..."
"Alhamdulillah, zuma punya ade, mudah2an cwe ya miii, mudah2an pas bayinya lahir, abbi udah sehat,"
"Abbi pasti sehat sayang..."
Terkesan senyumnya yang mengembang serta bersemangat.


Semangatnya untuk sembuh begitu besar. Doa pun tiada henti kupanjatkan siang serta malam. Serta malam-malamku rutin ku habiskan dengan bersujud padaNya. Aku mulai rajin mencari semua info yang berhubungan dengan kanker lidah, mulai dari makanan, tutorial pengobatan, bahkan alamat klinik pengobatan alternatif. Semua info aku cari melalui internet, koran serta dari rekan-rekan.
5 bulan pengobatan, tapi Allah semacamnya belum memberi jalan kesembuhan dengan tutorial ini, akhirnya obat herbal aku tinggalkan. Serta akupun mulai ragu, kondisi suami makin memkurang baik, kamipun mulai putus asa. Aku yakinkan suamiku bahwa ini merupakan terbukti ujian dari Allah,
“Bii.. semuanya atas kehendak Allah, bahkan jauh sebelum kami lahir telah tertulis takdir ini, usia segini abbi sakit, berobat kesana-sini itu semua telah ada dalam catatan Allah bii. Yang penting kini kami jangan lelah berikhtiar serta abbi tetap wajib semangat untuk sembuh.” Ia mengangguk perlahan.
"Utun lahir, abbi pasti udah sembuh kan mii? Tanya nya
"Pasti bii, g ada yg g mungkin kalo Allah telah berkehendak, utun lahir, abbi udah sehat". Ia pun tersenyum
Berat badan suamiku mulai turun drastis sebab tidak ada asupan makanan, sebelum sakit beratnya 65 Kg saat ini tinggal 40 Kg. Keadaannya makin parah serta puncaknya ketika aku lihat setiap hari suami muntah darah terus menerus. Ia pun terkesan lemas serta sangat pucat.
Januari 2017, aku bawa ke dokter spesialis Onkologi yang ada di tasik.
Dokter mengusulkan untuk segera dibawa ke rumah sakit sebab hasil HB cuma 5, suamiku mengalami anemia berat. Hari ini aku membawanya ke RS Jasa Kartini tempat dokter itu praktek.
4 labu darah yang telah masuk ke tubuh suamiku, dokter menyarankan kemoterapi"
"Kanker itu pengobatannya 3 rangkaian bu, kemoterapy, radiasi sama oprasi, tanpa itu kanker susah ditangani, apalagi dengan pengobatan pilihan serta herbal yang belum jelas" kata dokternya
"Mii, abbi mau berobat medis az, mau nurut apa kata dokter, mungkin ini jalan kesembuhan abbi" kata suamiku
Aku tidak bisa mengatakan2,, baiklah kalo ini telah keinginannya, aku hanya bisa mengiyakan, semoga Allah memberbagi kesembuhan untuk suamiku dengan pengobatan medis.
Hari2 aku lewati, keluar masuk rumah sakit mengantar suami berobat, zuma aku titipkan ke rumah orangtuaku, sebab waktuku habis dengan mengurus suamiku, penat rasanya,, hari2 dihabiskan dengan perjalanan dari rumah ke rumah sakit, rasanya melelahkan, apalagi dengan kondisi perutku yang terus membesar.
dokter mengatakan, “kita hanya bisa memperlambat pertumbuhan kankernya bukan mengobati.” Seolah hitungan mundur kematian itu dimulai. Aku limbung serta hampir tidak sadarkan diri, sekuat tenaga aku mencoba untuk tetap tegar
“Ya Allah… begitu berat cobaan ini Kau timpakan pada kami”
“Ma’afkan ummi, ummi tidak sanggup menjagamu selagi ini…"
Serangkaian pengobatan medis diperbuat 7 kali kemotherapi, hingga kemo ke 3, kondisi suami sempat membaik, kemo ke 4,5,6,7... selagi itu kondisi suamiku terus menurun..
“Aku ingin ketenangan aku perlu pertolonganMu ya Robb. Kutumpahkan segala permohonan ini dihadapanMu yaa Allah. Bisa saja dokter memfonis dengan analisanya, tapi Engkaulah yang maha kuasa atas segala sesuatunya. Engkau maha menggenggam semua takdir, sakit ini dariMu ya Allah serta padaMU juga aku mohon obat serta kesembuhannya.”
Segala ikhtiar serta do’a tiada lelah kuperbuat tuk kesembuhan suamiku. Malam-malamku kulalui dengan solat tahajud. Kubenamkan wajahku diatas sajadah lebih dalam lagi, tiba-tiba aku merasa tidak mimiliki kekuatan apapun, aku berada dalam kepasrahan serta penghambaan yang lemah.
“Robb…Engkau maha mengenal, alangkah segala ikhtiar telah kami perbuat. Tiada menyerah kami melawan penyakit ini, saat ini aku serahkan segalanya padaMu, tidak ada kekuatan yang sanggup mengalahkan kekuatannMu yaa…Robb, Tunjukkan pertolonganMu, beri kesembuhan pada suamiku Ya..Allah.”
Rangkaian kemoterapi telah selesai, suamiku disarankan meperbuat pengobatan lanjutan, sinar radiasi di RS santosa bandung, saat itupun kehamilanku telah masuk usia 9 bulan,
"Bii, maaf ummi g bisa antar abbi ke bdg, abbi sama mamah az ya, takut brojol di jalan, kelak malah repot lagi". Akhirnya suami pergi meperbuat serangkaian pemeriksaan untuk radioterapi,
6 Juni 2017,, hari ke 11 bulan ramadhan, anak yang kedua ku lahir,, tanpa keberadaan abbi nya,, proses melahirkan yang kedua sangat lah mudah serta cepat, alhamdulillah Allah telah memberbagi kemudahan serta kelancaran, segera aku vidio call suamiku, dirinya pun kaget sebab tiba2 aku memperlihatkan bayi kecil padanya,
"Ummi udah lahiran bii"
"Abbi pulang ke tasik kini jg mii, pemeriksaan simulatornya udah selesai abbi di jadwalin radiasi nya kelak udah lebaran"
Pulang lah ia ke tasik, datang dengan raut wajah ceria, alhamdulillah perempuan, "mau abbi kasih nama "Zahabiya Assyifa farid"
Emas permata yang menyembuhkan..insya allah dengan lahirnya biya, abbi diberi kesembuhan oleh Allah.
25 juni 2017, saat itu hari raya idul fitri,, tiba2 suami mengeluh sakit kepala,
Dan esoknya mengeluh susah menelan serta sesak nafas, dilarikanlah suamiku ke RS,, serta bayi ku yg baru 2 minggu aku bawa jg, menemani abbi nya di rawat di RS. Pihak RS sempat menolak krn aku mengangkat bayi, tp sebab aku tidak bisa meninggalkan keduanya, akhirnya diizinkan, mesikipun dengan membikin surat pernyataan bahwa pihak RS tidak bertanggung jawab apabila terjadi sesuatu pada bayiku..
Saat itu suamiku tetap bisa bicara walau dengan suara tidak lebih jelas. Sebab tenggorokannya pun telah menyempit tersumbat kanker, ia sangat kesusahan dalam bernafas. Masuk minumanpun kesusahan, Untuk memasukan nutrisi ke tubuhnya, dokter menyarankan oprasi gastrostomi, oprasi pasang selang dari perutnya, serta mengantisipasi supaya tidak tersumbat saluran nafasnya, dokter menyarankan oprasi tracheostomy dileher suamiku. Akupun menyetujuinya meskipun aku tidak tega, tapi hanya ini tutorial yang bisa diambil.
Suamiku pasrah, dirinya minta aku menemaninya terus menerus, serta aku mengerti.. aku rutin mendampinginya. Tidak sempat jauh darinya...“Sebetulnya aku tidak tega menontonmu semacam ini bii, leher di bolongin,perut juga bolong, tapi inilah yang paling baik untukmu saat ini.”
Berakhir oprasi, bicaranya telah tidak bersuara lagi. Sejak saat itu praktis komunikasi kami hanya dengan isyarat alias terkadang suamiku menulisnya di hp, mengirimkan lewat WA,, Pasti saja faktor ini terasa capek baginya. Tetapi sekali lagi ia terkesan tegar tidak sempat aku mendengar ia mengeluh.
Sepanjang proses pengobatan tidak hentinya kupanjatkan do’a serta dzikir dibantu dengan beberapa anak buah keluarga.
Saat itu keadaannya telah sangat menurun, sakit kepala luar biasa makin tidak jarang terjadi,, hasil pemeriksaan ct scan didapatkan, kankernya telah menyebar ke otak,,
"Ya Allah beri kekuatan pada suamiku…!” Beri kesembuhan melalui ikhtiar selagi ini ya Allah.."
Dokter yang menangani nya telah angkat tangan, ia menyarankan suamiku untuk secepatnya pergi ke bandung untuk meperbuat perbuatan radiasi, tp sebab keadaannya yang terus menurun, rencana itu kami undur sebab menantikan keadaannya membaik dulu..
Tetapi nyatanya seminggu seusai operasi, selang di perutnya mengalami kebocoran, keluar cairan hitam pekat dari celah di perut bekas oprasi,,
"Kenapa lagi ini?..."
"Mii abbi mau minta dirujuk az ke RSCM jakarta, disini abbi g sembuh2" kata suamiku..
Saat itupun aku meminta dokter untuk membikinkan surat rujukan ke RSCM Jakarta,, dokter mengizinkan... jam 1 tengah malam mobil ambulan mengantar kan kami berdua menuju Jakarta, ya.. hanya aku sendiri yang mengantar suamiku.. hari mulai terang saat kami tiba disana..
Serangkaian pemeriksaan diperbuat.. keadaannya terus menurun, tapi tetap bisa diajak komunikasi,, diapun mengambil hp serta mengetik sesuatu
"Mii, c juve meninggal di rscm kan?"
"Iya"
"Terus c yana zain jg meninggal mii, kelak giliran abbi ya mii"
"Abbi pasti sembuh sayang,"
"Mii, kalo abbi meninggal, abbi pengen dikuburin dekat anak2"
"Apaan sih bi, jangan ngomong yg enggak2" ..
Tak kama keadaannya terus menurun, memegang hp pun ia tidak mampu..
Dia hanya bisa menahan kesakitan yg dirasa,, sambil melirik sesekali ke arahku, sambil mengatakan,, "sakit mi..."
"Sabar sayang.. coba abbi dzikir dalam hati" ..lailahailallah...
Kuhampiri suamiku yang tergolek lemah. Perawat memasang semua peralatan pada tubuh suamiku, entah alat apa saja ini. Kuusap perlahan keningnya, dingin sekali. Tangan serta kakinyapun sangat dingin. Hingga menjelang asar, aku tidak diperbolehkan beranjak dari sampingnya, tanganku ia genggam erat. Tidak hentinya mulut ini memanjatkan doa.
Tekanan darahnya sangat tinggi, nadi nya pun cepat, memperlihatkan angka 200 di layar monitornya. Berkali-kali dokter menyuntikkan obat anti sakit tetapi hasilnya tetap sama tidak berubah, suamiku tetap mengeluh kesakitan. Dokter terbuktigilku, perasaanku gelisah tidak menentu, campur aduk antara cemas, bingung serta ketakutan yang amat sangat. Dugaanku benar Dokterpun menyerah.
Menonton keadaannya yang terus menurun dokter memberitahu bahwa kondisi suamiku telah sangat melemah, dengan cara medis kondisi suami telah tidak bisa ditolong lagi, lebih baik kami do’akan saja.” Aku sangatlah lemas mendengarnya seluruh badanku gemetar merinding. “benarkah tidak ada lagi harapan.” Tiba-tiba aku merasakan ketakutan yang menarik. Aku tidak mau menyerah, aku tetap membisikan ke telinga suamiku, bahwa ia jangan menyerah, ia pasti sembuh.
“Aku tidak mau kehilanganmu bii.” Ku pegang kuat jemarinya, “buka matamu bii kubisikan lembut ditelinganya. Ia hanya tersenyum lemah...
Pukul 16.00, aku disodori surat pernyataan,, kata dokter ini merupakan Surat persetujuan untuk tidak diperbuat perbuatan apapun apabila terjadi apa2 sama suamiku. Akupun pasrah “tak sanggup rasanya hati ini kehilanganmu, aku ingin tetap menatap wajahmu, aku ingin tetap mendampingimu walau dalam ketidakberdayaanmu.”
"Abbi…..inilah yang paling baik yang diberbagi Allah buat kita, maafkan ummi, tidak bisa menjagamu selagi ini. Ummi ikhlas abbi pergi, ummi terima semua dengan ihklas..
Jangan khawatir bii, ummi bakal menjaga serta memelihara anak-anak kita,” kubisikan lirih ditelinga suamiku.
Dalam setiap rangkaian doaku tidak sempat aku mengucapkan kata-kata menyerah “kalo terbukti hendak Engkau ambil maka mudahkan,” tidak sempat aku menyebut kata-kata itu. Aku rutin minta kesembuhan, kesembuhan sebab aku terbukti mengharapkan suamiku sangatlah sembuh.
Semacamnya saat ini aku wajib menyerah serta pasrah “Ya.. Robb apabila terbukti Engkau menentukan jalan lain aku ikhlas ya Allah…., mudahkan jalan suamiku untuk menghadapmu dengan khusnul khotimah.”
Kubimbing suamiku menyebut kalimat “LAAILAHA ILLALLAH MUHAMMADUR ROSULULLAH.. Kuulang hingga berkali-kali..
Dua bulir bening tersembul dari aspek matanya. Aku merasakan ia sanggup mengikuti kalimat ini..
Pukul 16.40 ia menghembuskan nafasnya yg terbaru..
“bu, bapak telah tidak ada.” ucap dokternya. aku tau maksudnya tapi aku tetap tidak percaya. Kutengok layar monitor yang terhubung ketubuh suamiku. Tidak ada lagi yang bergerak disana.
kudekap tubuh lemas suamiku.. ku kecup bibirnya, serta ku usap matanya... “INNA LILLAAHI WAINNA ILAIHI ROOJIUUN.”
Aku termenung disampingnya tapi tidak ada lagi air mata yang keluar. “ummi ikhlas melepasmu bii, Allah telah memilihkan jalan paling baik buat kita.”
Selamat Jalan suamiku Andrie K Farid …… jemput aku serta anak-anak kelak di pintu SurgaNya......
Boleh di berbagi gak usah izin ya,, semoga cerita ini berguna..
ADSENSE 336 x 280 dan ADSENSE Link Ads 200 x 90