Curhat Bagaimana Wanita Penghafal Qur'an ini Diculik, Sang Penculik Sampai Lakukan Ini Selama 3 Hari

ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Sebuah kisah penculikan yang mengharukan ini diceritakan oleh seroang bunda rumah tangga yang penghafal Qur'an.Ia adalah seorang yang tidak sempat meninggalkan rumah kecuali telah meminta izin terhadap suaminya.




Tetapi pada sebuahhari sebuah kejadian yang membikin dirinya rugi seumur nasib dan menjadikannya sebagai sebuah pengalaman yang begitu pahit dalam nasibnya.

Kisah ini juga bisa menjadi pelajaran bagi kita, khususnya kaum wanita, apalagi yang telah mempunyai suami.

Bagaimana tutorial ia diculik? dan siapa yang menculiknya?

Berikut Kisah selengkapnya yang ia curahkan dalam website postinganmuslimah.com:

Aku tidak tahu wajib mengawali kisahku dari mana…

Aku tidak semacam perempuan pada umumnya sebab aku punya penyakit autis.

Aku rutin di rumah menghafal Al-Qur’an dan mengurus anak.

Aku jenis orang yang sangat tertutup, sulit bersosialisasi, pendiam, mesikipun orang dekatku berpendapat aku tidak sedikit bicara.

Tapi apabila aku berjumpa orang baru, mungkin orang baru ini bakal menganggapku arogan.

Aku tidak mengetahui basa-basi.

Aku juga penakut jadi rutin di rumah.

Aku tidak sempat berangkat keluar rumah sendiri, meskipun hanya berangkat ke warung aku tidak sempat meperbuatnya.

Tapi di sini aku bakal bercerita bagaimana aku yang penghafal Qur’an dan rutin menjaga kesucian diri di rumah bisa berangkat meninggalkan rumah begitu saja.

Semua keperluanku terbukti telah terpenuhi dan mungkin lebih dari cukup.

Aku menyayangi suamiku, begitu pula sebaliknya hingga sebuahketika suamiku memberbagi handphonenya kepadaku sebagai hadiah dan telah tentu apabila ada SMS alias telpon masuk itu ditujukan ke suamiku.

Sebelumnya dirinya memkabarhu dan memerintahku kalau ada SMS dari nomor yang tidak dikenal supaya aku tidak membalasnya.

Awalnya aku menurut.

Tiap kali ada SMS masuk aku tidak membalasnya, hingga sebuahketika ada pesan dari nomor yang tidak kukenal.

Semacam biasa aku tidak membalasnya tapi dirinya tetap terus saja SMS, hingga akhirnya dirinya mengirim pesan yang bunyinya: “Kamu laki alias perempuan.”

Aku yang ketika itu terbukti sedang lalai akhirnya berminat untuk menjawabnya.

Aku berbicara pada orang itu bahwa aku telah bersuami.

Dia pun bertanya siapa suamiku, aku menjawab bahwa suamiku adalah FA.

Dia membalas dengan bertanya kenapa aku mau menjadi istrinya, aku membalas pendek bahwa menurutku suamiku adalah seorang yang, insya Allah, shalih.

Demikianlah aku terus meperbuat komunikasi dengan laki-laki itu.

Mesikipun suamiku setiap hari memeriksa hpku, tapi tidak ada tanda-tanda alias bekas yang tertinggal sama sekali jadi dirinya tidak tahu “permainan”ku.

Aku terus meperbuat “permainan” dengan orang yang tidak kukenal itu dan mesikipun dirinya berganti-ganti nomor aku tetap saja tahu kalau itu dia.

Sampai pada sebuahketika ada SMS dari dirinya yang isinya mengajakku berjumpa dengannya.

Aku menolaknya sebab terbukti aku berpendapat semua ini hanya main-main belaka dan aku tidak sempat berpikir untuk berangkat meninggalkan rumah alias lain sebagainya sebab aku terbukti tidak sempat keluar rumah sama sekali.

Kemudian dirinya membalas bahwa dialah yang bakal menemuiku.

Aku agak kaget tapi aku hanya menganggapnya bohong saja sebab menurutku untuk apa dirinya menemui perempuan yang telah bersuami semacamku.

Tapi seusai itu aku merasa tidak bisa jauh darinya.

Sampailah pada Sabtu (9/2/2013) sore, dirinya memkabarhuku bahwa dirinya bakal menjemputku dan menyuruhku supaya pergi.

Entah apa yang ada di benakku, aku pun langsung menurutinya.
Dia menyuruhku menantikannya di tempat kurang lebih 300 meteran dari rumahku.

Tetapi tidak lama dirinya memkabarhuku bahwa dirinya tidak jadi menemuiku dan menyuruhku pulang kembali.

Aku tanpa rasa takut alias rugi langsung pulang kembali.

Keesokan harinya aku merasakan pusing sekali dan aku sangat membenci suamiku tanpa sebab.

Pada hari Ahad (10/2/2013) pagi pukul delapan suamiku berangkat sebab ada agenda pemecahan rapor santri di Babakan Banjar, kurang lebih 5 km dari pesantren, tempat aku tinggal bersama suamiku.

Suamiku mengajakku tapi aku menolak untuk ikut, tidak hanya itu aku tetap pusing.

Kemudian laki-laki yang tidak aku ketahui namanya itu menyuruhku berangkat dari rumah sebab dirinya telah dekat dengan tempat dimana dirinya bakal menjemputku di situ.

Dia memkabarhu bahwa dirinya naik bis Budiman (bis Budiman jurusan Ciamis-Jakarta, red) dan menyuruhku bersiap.

Dia beramanat supaya aku tidak mengangkat apapun, tergolong handphoneku, kecuali pakaian anakku.

Dan sebelum pergi, aku wajib menghilangkan semua arsip (SMS) yang ada di hpku.

Seusai itu semua aku perbuat, aku pun menggendong bayiku, kemudian berangkat dengan menanggalkan semua rasa takutku.

Aku berangkat lewat jalan yang tidak biasa kulewati.

Seusai hingga di pinggir jalan raya, tanpa menantikan, nyatanya bis itu telah cocok di depanku dan langsung berhenti.

Sekali lagi, aku meperbuat faktor yang seumur nasibku tidak sempat kuperbuat.

Aku yang biasanya takut dan tidak bisa menyeberang jalan raya, tetapi tiba-tiba tanpa rasa takut sedikit pun, bahkan aku tidak menoleh ke kanan alias kiri, langsung saja berlangsung menuju bis itu.

Seusai aku naik bis, sebab aku tidak tahu orang yang bakal kutemui ini berwajah semacam apa, aku pun agak bingung.

Tapi sebab bis telah berlangsung, maka aku langsung saja duduk di kursi yang kosong.

Seusai duduk, aku menoleh ke belakang.

Nyatanya ada seorang lelaki paruh baya berjenggot dan berhidung mancung semacam keturunan arab yang mengayunkan tangannya kepadaku. Aku langsung saja menuju kepadanya dan duduk di sampingnya.

Selama perjalanan yang aku tidak tahu tujuannya ke mana, kami saling berdiam diri dan ketika bis berhenti untuk istirahat kami pun tidak turun.

Dia hanya memberiku sebotol air yang membikinku merasa terus “tenang” bersamanya.

Selama di perjalanan bukan aku dan dirinya saja yang membisu, tapi anakku pun ikut senyap.

Kemudian lelaki itu menyetop bis yang kami tumpangi di depan jalan tol Cileunyi.

Dia turun dengan sangat tergesa-gesa hingga aku tetap tertinggal di bis itu.

Seusai aku turun dirinya berlangsung sangat cepat jadi aku tertinggal jauh darinya.

Dia pun akhirnya mengangkat tasku dan berhenti di pinggir jalan untuk menantikan taksi.

Tapi sebab taksi tidak ada, maka dirinya pun kembali mengajakku ke depan jalan tol lagi.

Di situ kami pun langsung mendapat taksi dan dengan sangat tergesa-gesa kami naik.

Di dalam taksi kami tetap membisu.

Aku tidak tahu ke mana aku di bawa pergi, hingga kami hingga di sebuah rumah yang menurutku adalah rumahnya.

Dia membuka gerbang kemudian menyuruhku masuk.

Di dalamnya tersedia dua buah mobil, perabotnya pun lengkap tapi sangat terkesan di sana bahwa rumah itu semacam jarang dihuni.

Aku pun masuk.

Dia menempatkanku di salah satu kamarnya, lalu menyuruhku shalat zuhur dan ashar, dan kemudian ia keluar dari kamar.

Dia membiarkanku di kamar itu dan baru menemuiku ketika ia memberiku makan malam dan menyuruhku supaya shalat.

Aku pun hanya menurut saja pada apa yang dirinya perintahkan padaku.

Seusai itu dirinya duduk di sebelahku dan menyuruhku tidur.

Aku sangatlah tidak tahu apa yang terjadi padaku seusai itu, dan begitulah aku selagi tiga hari bersamanya.

Aku lupa dengan suamiku dan aku tidak meperbuat sesuatu pun kecuali apa yang dirinya perintahkan padaku.

Aku tidak bisa membayangkan seandainya Allah mematikanku saat itu, ketika aku sedang lalai dari-Nya, di kala aku jauh dan berbuat maksiat kepada-Nya.

Tetapi pada hari ketiga, cocoknya Rabu (13/2/2013) pagi, aku merasa kalau aku mulai sadar.

Aku sangat takut, aku tidak tahu di mana aku berada dan aku pun mulai menangis.

Lambat laun volume tangisanku pun terus bertambah keras hingga dirinya pun mulai panik.

Badanku sangat lemas.

Dia memberiku makan tapi aku menolaknya.

Aku hanya ingin segera pulang dan berjumpa suamiku sambil terus menangis.

Kurang lebih pukul sebelas dan tangisku mulai reda, kemudian dirinya mengajakku naik mobilnya, berangkat ke tempat yang aku tidak tahu ke mana tujuannya.

Seusai perjalanan agak lama dirinya menghentikan mobilnya, kemudian turun dan kembali lagi sambil menyuruhku keluar mobil. Aku menurut.

Dia membawaku ke sebuah bis yang aku tidak tahu mau dibawa ke mana aku oleh bis itu.

Dia menyuruhku masuk bis itu.

Aku takut, tetapi aku tidak kuasa menolaknya.

“Gak usah takut, aku ada di dekat-dekat situ kok,” katanya sambil menyodorkan roti dan sebotol minuman padaku.

Seusai itu, dirinya meperbuat sesuatu yang membikin hatiku hancur berantakan!

Dengan tanpa rasa malu dirinya mengecup keningku dan mengelus kepalaku.

Dia menatapku, aku hanya meliriknya sesaat.

Dia juga menaruh hp di saku bajuku yang dengan hp itu aku bisa berhubungan kembali dengan suamiku.

Barulah seusai itu dirinya turun dari bis dan menaiki mobilnya kembali.

Sepanjang perjalanan aku bimbang kenapa aku dinaikkan ke bis yang menuju Bandara (Soekarno-Hatta, red).

Tapi seusai itu aku tahu kalau suamiku bakal menuju bandara dan di sana juga telah ada berbagai kawannya.

(Sebelumnya sang penculik meperbuat komunikasi via SMS dengan suami Umi, dimana intinya sang penculik ingin mengembalikan Umi dengan catatan suami Umi tidak menggembar-gemborkan penculikan istrinya, dan disepakatilah Umi dan putrinya diarahkan ke bandara Soekarno-Hatta. Untuk memudahkan, Umi dibekali dengan handphone, red).

Aku pun mulai tenang dan terus berdzikir, berdoa dan bertaubat, jangan hingga aku mati di tengah perjalanan.

Seusai hingga di bandara aku menuju mushalla dan berjumpa dengan seorang kawan suamiku.

Aku terus menantikan suamiku, hingga akhirnya Allah mempertemukanku dengan suamiku lagi.

Alhamdulillah.

Dan, meskipun aku telah bersama suamiku, nyatanya si laki-laki itu tetap saja menggangguku.

Aku berbagai kali tetap merasakan pusing semacam yang kurasakan hari Ahad pagi saat aku hendak berangkat bersamanya.

Juga, aku merasa sangat benci terhadap suamiku tanpa sebab.

Tapi nyatanya tipu daya syaitan sangat lemah, sebab, alhamdulillah, seusai suamiku meruqyah-ku, semua gangguan itu hilang.

Ya, asalkan kami rutin berdzikir mendekatkan diri pada Allah tentu kami bakal terlindungi.

Itulah kisahku. Aku menulisnya dengan segala keterbatasanku bagaimana aku terjebak dalam perangkap syaitan.

Saudaraku, semoga kisahku ini bisa menjadi ibroh atas anda semua, bahwa itu semua terjadi atas kelalaian dan ketidaktaatanku pada suamiku, mesikipun aku penghafal Qur’an dan rutin berdiam diri di rumah.

Tetapi ingatlah bahwa syaitan tidak bakal sempat berhenti mangajak kami berbuat maksiat tanpa memandang statusnya.

Aku sangat rugi, tapi apalah pengertian penyesalan apabila tidak diiringi dengat pertaubatan.

Semoga Allah menerima taubatku.

Dan ini semua bisa menjadi pelajaran bagi kami semua. Aamiin.

[palembang.tribunnews.com]
ADSENSE 336 x 280 dan ADSENSE Link Ads 200 x 90