Masih Mau Marahin Istri Lagi ?? Seperti Suami Pemarah Ini Akhirnya Menyadari Akan Kesalahannya, Setelah Melihat Sandal Istrinya..

ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Sepatutnya bagi seorang suami untuk memberbagi perhatian terhadap istrinya sebab di balik ketidak lebihannya, tersedia kelebihan yang layak untuk disyukuri. Semacam halnya dalam suatu  kisah berikut ini dimana sang suami yang pemarah baru rugii lakukanannya seusai menonton sandal istrinya.




Berikut kisah yang dapat menjadikan kami pribadi yang lebih bersyukur serta menghargai pasangan nasib.
Sore hari itu rasa lapar yang telah terasa sejak pulang dari kantor mendadak hilang. Bukan sebab kenyang, melainkan sebab rasa jengkel serta kesal yang menghinggapi kepala. Alangkah tidak, di saat perut telah keroncongan, kudapati masakan istri ketidak sedikitan pun memuaskan. Sayur sop yang kuharapkan dapat nikmat disantap bersama nasi, justru begitu manis layaknya kolak pisang. Menu lainnya pun rasanya sangat kacau.
“Ummi, kapankah kau dapat memasak dengan benar? Rtin sja kasnn, bla tdak mka kmnsan, kpdsan alas kasman!
Rasanya hati ini ingin sekali membentaknya sekuat tenaga.
“Sabar bi, Rasulullah pun tetap sabar terhadap masakan Aisyah serta Khadijah. Katanya ingin mencontoh Rasul?” ujar istipsu dengan tenangnya.
“Iya, tapi Abi kan manusia biasa serta belum dapat sabar semacam Rasul. Abi tidak bakal dapat tahan dengan masakan yang rasanya kacau semacam ini!” kataku setengah berteriak.
Seusai mendengar ucapanku, istipsu pun menundukkan kepalanya serta apabila telah begitu, biasanya air matanya bakalan mengalir.
Seusai sepekan keluar kota lantaran tugas dinas dari perusahaan, aku pun pulang sebab rindu dengan istri serta suasana rumah. Tetapi apa yang kudapati justru sebaliknya. Rumah yang dibayangkan dapat menjadi tempat istirahat yang enjoy justru malah membikinku pusing kepala.
Bayangkan saja bagaimana rumah tersebut laksana kapal pecah dimana menumpuk pakaian yang belum disetipsa, piring kotor berserakan serta cucian di ember yang baunya gak ketulungan lantaran telah direndam tetapi belum juga dicuci.
Menonton kenyataan tersebut, aku pun hanya dapat mengurut dada sembari mengucapkan istighfar. Seusai kutemui istipsu di kamarnya, aku pun berusaha meluapkan rasa kesalku.
“Ummi, bagaimana Abi tidak kesal apabila kondisi rumah begitu acak-acakan tidak terurus?” ucapku.
“Istri yang shalihah itu gak hanya ikut pengajian saja, tetapi juga dapat mengurus rumah dengan baik.”
Nyatanya belum usai ku berbicara, istipsu langsung menangis. Kusadari terbukti wanita begitu mudah menangis, tetapi aku berusaha untuk menenangkannya.
“Telah diam Mi, gak boleh cengeng. Katanya ingin jadi istri shalehah? Istri shalehah gak boleh cengeng,” bujukku sembari menonton air matanya yang telah mengalir ke pipi.“Bagaimana Ummi tidak nangis, baru pulang telah ngomel. Rmah in trbkti gk kurus lntran Umm tdak snggp mngrjkan appun. Jngnkn untk bkrja, brlngsung sja Ummi sulit. Belum lagi rasa mual serta muntah jadi badan ini tidak bertenaga,” ucapnya sembari menangis.
“Abi terbukti belum merasakan bagaimana gak enaknya mual serta pusing sebab hamilmuda,” tambahnya.
Kemarin hari kemudian istipsu mulai pulih dari rasa mual dampak hamil muda serta memintaku untuk mendampingi ke pengajian.
“Bi, siang kelak antar Ummi ngaji ya?” pintanya.
“Aduh gak dapat Mi, Abi sibuk sekali hari ini. Berangkat sendiri saja ya?”
“Ya telah, Ummi naik bus saja. Semoga tidak pingsan di jalanan,” balasnya.
“Lho kok mengatakan begitu?”
“Iya kondisi Ummi yang sedang hamil muda sangat rentan apabila wajib mencium aroma bensin. Belum lagi kondisi di dalam bus yang penuh sesak serta panas yang menyengat. Tapi mudah-mudahan sih tidak kenapa-kenapa,” tuturnya.
Ya tlah Umm nik bjaj sja bar cpat srta tdak brdskan, jwbku sngkt.
Nyatanya pertemuan dengan klien di kantor diundur pekan mendatang jadi jadwalku kosong. Kuputuskan mekegunaaankan waktu tersebut untuk menjemput istipsu di pengajian. Entah kenapa aku begitu rindu dengan sosoknya walau menjengkelkanku selagi ini.
Saat motorku telah hingga di halaman pengajian, kudapati tidak sedikit sepatu yang berjajar pertanda pengajian tetap belum berakhir. Kuperhatikan semua sepatu yang ada begitu indah serta terkesan mahal.
“Wanita terbukti suka yang indah-indah, hingga sepatu pun lucu-lucu,” ucapku dalam batin.
Tetapi pandanganku langsung terhenti ketika menonton sepasang sandal jepit diantara sepatu-sepatu yang keren tersebut.
“Oh, bukankah itu sandal jepit istipsu?” tanya hatiku.
Segera kuambil sandal tersebut yang telah kumal lantaran tidak jarang digunakan. Tidak sadar air mataku pun menetes sebab perih dalam batin. Baru ku sadari nyatanya aku tidak sempat sedikit pun memperhatikan kondisi istipsu. Bahkan ia mengenakan sandal kumal pun ku tidak tahu. Padahal kawan-kawannya telah mengenakan sepatu yang keren-keren.
Maka ketika pintu pengajian itu terbuka serta sejumlah muslimah keluar hendak pulang, kudapati istipsu dengan segera sebab penampilannya yang tidak sama dibandingkan wanita lain lantaran mengenakan pakaian berwarna gelap serta telah lusuh warnanya diantara wanita lain yang mengenakan baju berwarna cerah.
Aku pun menyadari bahwa selagi ini tidak sempat membelikannya baju sepotong pun. Aku terlalu sibuk mekualitas ketidak lebihannya, padahal istipsu pun mempunyai kelebihan yang tidak sanggup dilakukan wanita manapun.
Rasanya aku tidak layak menjadi seorang suami sebab terlalu sibuk mengurus orang lain. Sementara istipsu tidak sedikit pun kuurus. Padahal Rasul mengatakan bahwa yang terbaik diantara umatnya merupakan yang terbaik terhadap keluarga.
Sementara aku, justru tidak jarang mengomel serta menuntut istri diluar performanya. Sungguh aku sangatlah menjadi suami yang dzalim.
Aku lantas terbuktigil istipsu yang sibuk mencari sandalnya serta terkesan ia begitu bahagia menontonku yang datang menjemput. Wajahnya pun begitu girang serta baru hari ini aku menontonnya dalam kondisi tersebut. Sungguh aku rugi mengapa tidak sejak dulu menjemputnya dari pengajian.
Ketika esok harinya, kubelikan istipsu sepatu baru serta benar saja, senyum bahagianya tampak mengembang sembari mengatakan, “Alhamdulillah, Jazakallahu..”
Hatiku pun begitu terenyuh menonton tingkah polahnya yang sangat gembira. Rasa sesal sangatlah menyerang hatiku yang tidak sempat bersyukur mempunyai seorang istri yang zuhud.
Mulai detik ini ku bakal berusaha untuk lebih memperhatikan keperluan istipsu sebagai bentuk rasa syukur terhadap Allah Ta’ala. Semoga para suami yang lain pun dapat memberbagi perhatian terhadap seorang istri jadi rumah tangga yang dibuat dapat penuh dengan kasih sayang.

Sumber:ceritaaktual
ADSENSE 336 x 280 dan ADSENSE Link Ads 200 x 90